CerMin : Aku, kan Tetap Menanti

Waktu itu semua terasa sangat  manis. Keberadaanmu, Senyummu, rayuanmu. Kini itu hanya tinggal kenangan. Satu satunya hal yang masih bisa ku ingat dengan indah adalah  saat bibirmu mendarat tepat  di keningku. Kebersamaan itu terasa sangat singkat. 

Waktu terasa sangat lama, menunggumu membuat waktu seakan lambat untuk berdetak. Tapi aku beruntung (pikirku), aku bisa melihatmu walau hanya dengan menatap fotomu saja (menatap selembar foto yang telah ku bingkai dengan apik)

“Sampai kapan aku menunggu?” hatiku membatin (masih menatap fotomu, tatapanku nanar). Setahun sudah kepergianmu, tapi tak selembar suratpun mendarat di rumahku, bahkan handphone ku tak pernah bordering karena panggilanmu. Ya, tak satupun.
*
“jaga dirimu baik-baik. Jangan menangis. Dan.. jangan nakal!.” Katamu saat itu sambil tersenyum seraya menggodaku.

“aku tidak nakal, aku mengkhawatirkanmu. Dan juga…  aku tidak menangis!.” Jawabku tertahan.

Dia mengelus rambutku. “aku akan baik-baik saja. Kamu jangan mengkhawatirkanku. Fokuslah pada tugasmu.” Kataku berbisik.

Dia menatapku. “sekali lagi jangan menangis, oke!. Aku akan menulis surat, menelponmu  dan aku akan kembali.” Katamu mantap Mencoba menenangkan ku lalu mengenggam jemariku.

Aku masih berdiri disini, menatap punggungmu semakin jauh dari pandanganku. Bahkan sampai  jejakmupun menghilang di keramaian ini. Aku berdiri di balik dinding kaca memerhatikan pesawat yang akan membawamu pergi bersama harapanku.

“aku rasa tidak berlebihan jika aku menagis sekarang.” Kataku lirih

“aku tidak menangis” aku menguatkan hatiku. Tanpa ku sadari aku sedang menyeka air mataku.
*
“Aku akan tetap disini menemanimu. Kau tau, aku khawatir padamu?” 

Aku tidak begitu peduli dengan mira, aku hanya asik dengan pikiranku sendiri, mengenang saat kamu masih bersamaku. “kau menangis?” Tanya Mira mengejutkanku.

“aku tidak menangis. Ini hanya air yang keluar dari mataku.” Jawabku menahan air mata. Aku beusaha meredam air mataku yang akan dengan mudah tumpah tanpa aku bisa mengendalikannya.

“lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?. Kau hanya duduk di sini dan menangis? Huh?”

Aku makin tenggelam. Entah kenapa rasanya sangat sedih dia tak ada bersamaku. “aku rindu padanya. Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin memeluknya.” Kataku terisak.
Mira menatapku, mimic sedih terlihat di wajahnya. Entah itu rasa kasihan atau iba. Saya tidak mengerti. “lalu apa yang bisa aku lakukan, lin?” Mira mendekapku. Rasanya aku semakin larut dengan tangisku. Mira juga begitu. Seakan sangat sedih melihatku bersedih.
*
Malam terasa sangat pendek. Semalam aku ingat, aku masih duduk di teras atas rumahku , menatap satu persatu bintang yang ada di langit kala itu. Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba bayangmu hadir dalam lamunanku. Kau tersenyum seraya menggenggam tanganku. Lalu tiba-tiba bayangmu menghilang begitu saja.

Setahun, bukanlah waktu yang singkat untuk terus menungu. Aku bahkan masih percaya kau akan kembali meski kemungkinan itu amat kecil. Aku menatap wajahku di sebilah cermin. Wajah penuh kesenduan. Mata sembab sisa tangis semalam. “aku tidak menangis.” Sekali lagi aku menguatkan hatiku.

Mira mengetuk pintu kamarku. Sepertinya dia ingin mengecek keadaanku. Rasanya sudah sangat lama aku tidak melihat dunia dengan mataku sendiri. Mira sahabatku begitu setia menemaniku, mendengar setiap keluhanku. Menjadi tempatku berbagi kesedihan. Mira sahabatku, aku  tidak ingat kapan terakhir kami jalan bareng, hang out bareng, pokoknya bersenang-senang bersama.

Bahkan aku lupa kapan terakhir aku membantunya merawat dan memasarkan bunga bunga yang menjadi usaha kecil kami.  Walaupun hampir setiap hari aku kesana bersamanya.  Tapi aku hanya merawat dan memlihara satu bunga yang menurutku amat aku sayangi.

“lin, lihat (sambil menunjuk bunga yang berada di sudut jendela). Kau merawatnya dengan sangat baik.”

“iya, kau benar, Indah bukan?”kataku pelan sambil menatap bunga yang ia maksud.

“mm.. apa kau sudah baik-baik saja sekarang?” Tanya Mira hati-hati sambil melirikku sesaat.

Aku tersenyum. Entah senyum apa yang sedang aku perlihatkan pada sahabatku itu. “sepertinya, kau memang baik-baik saja sekarang.” Katanya lagi.

“Mir, apa dia akan kembali?” tanyaku tiba-tiba

“hmm?” mira tak menjawab

“apa dia ingat dengan janji kami?” pikiranmu mulai menerawang.

Mira mulai sibuk mempersiapkan pesanan bunga dari toko kami. Sebenarnya kami tidak berdua, ada seseorang yang membantu kami. Seorang karyawan yang kami upah dari keuntungan menjual bunga bunga ini. Menyenangkan bekerja di kelilingi oleh bunga bunga yang wangi nan indah ini.

Aku juga  mulai menyibukkan diri. Mengemas satu persatu bunga yang telah di pesan. Menghias papan ucapan selamat dengan bunga bunga ini. “ah, kapan trakhir kali aku sibuk seperti ini. Aku menyukainya.” seyumku dalam hati.

Tak terasa hari menjelang sore. Kami membersihkan sampah sampah yang berserakan. Menata kembali bunga bunga dengan rapi. Dan bersiap-siap kembali ke rumah kesayangan kami.  “aku senang melihatmu seperti ini.” Mira tersenyum padaku. Aku juga terseyum membalas senyum hangat dari sahabatku itu.

“aku akan membawa bunga ini.” Sambil mengangkat pot kecil dan menunjukkannya pada Mira.

“ck, kenapa Farhat memintamu merawat bunga ini?” melirik pot yang ada di tanganku dengan mimic heran di wajahnya.

“entahlah, dia bilang dia suka bunga matahari.” Jawabku singkat.

“jadi,,, kau akan membawa bunga itu ke rumah?”

Aku mengangguk. “Aku akan merawat bunga ini, sampai dia kembali. Dan aku akan memperliahtkan ini padanya, bahwa aku merawatnya dengan baik.” Kataku sendu.

“sampai kapan kau akan percaya kalau dia akan kembali ?” Tanya Mira agak kesal.

“aku tidak tau. Tapi aku yakin dia akan kembali.”  Aku meyakinkan hatiku sendiri meski kenyataan harus memperlihatkan keadaan yang berbeda dengan harapanku.
*
“kau akan meletakkan bunga itu dimana, Lin?” Tanya Mira sesaat setelah kami sampai  d rumah.
“aku akan membawanya ke atas”
“di kamarmu?” Tanya Mira lagi.
Aku mengeleng “nggaklah,aku akan membawanya k teras atas. Dia akan menjadi temanku menikmati keindahan malam ini, dan malam-malam berikutnya.” Jawabku setengah tersenyum.
“ckk, terserah kamu aja deh, Lin” kata Mira Pasrah sambil beranjak ke kamar.
Malam cukup cerah. Bintang bertebaran di permukaan langit. Membiaskan kelap-kelip cahaya yang tidak terlalu benderang tapi cukup membuat malam berdiri dengan anggun. Aku duduk tepat di sebelah bunga kesayanganku. Dengan secangkir teh hangat menemaniku.
Aku menatap bunga yang ia berikan sehari sebelum keberangkatannya. Aku meletakkannya di sudut teras atas rumahku. Memintanya menemaniku menikmati malam ini. Menatap langit yang penuh dengan bintang-bintang yang indah dengan sepotong rembulan yang begitu setia mendampinginya.
Sepertinya aku mulai terbiasa menunggu. mulai terbiasa Menikmati secangkir teh hangat sendirian, mulai terbiasa untuk tetap menunggu sambil berpikir kapan ini akan berakhir.
Angin berhembus perlahan menyentuh setiap pori kulitku. Dingin mulai merayapi. Dan malam makin menua. Mataku mulai lelah menatap bintang-bintang. Ngantuk mulai merasuki mataku. aku tersenyum pada bulan yang begitu setia menghiasi langit malam ini.
Lalu pandanganku mengarah pada bunga itu. menatapnya seksama “selamat malam. Mimpi yang indah sayangku.” Kataku sambil tersenyum pada bunga terakhir yang masih sempat kau titipkan padaku. Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku ingin segera terlelap, membaringkan tubuhku pada kasur empuk dan bersiap-siap menemuinya meski itu hanya lewat sebuah mimpi.


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.