Semilir angin di
penghujung senja, menyentuh relung hati yang membekudalam perih. Namun,
kelembutan sapuan angin tidak membawa pengaruh apa-apa, apalagi tidak bisa
membuat kebekuan itu mencair.
Sisa-sisa kesenduan
semalam terlihat di kedua mata yang sedikit membengkak. Sepanjang malam aku
masih menangis dan membawa tangisan itu ke dalam lelapnya bersama kelopak mata
yang di paksa untuk terpejam.
Ketika itu ada ciuman
kerinduan yang penuh kenyerian, karena sebenarnya merindu itu sebuah derita
yang nikmat dalam penantian yang tak kunjung usai. Penantian yang tak pasti
akan hadirnya cinta yang telah lama mempermainkan harap, menguras segenap rasa
yang sanggup terkecap.
Bagaimana pun aku sudah
berusaha untuk menghadirkan cinta baru. Namun, terasa sia-sia saja. Tapi aku
masih kuat bertahan dalam kemarahan yang kian menyala.
Cinta itu memberi rasa
perih pada pecintanya ketika perpisahan itu terjadi. Atau bahkan semua orang
pasti merasakan apa yang tengah aku rasakan kalau mereka sempat mengalaminya.
Aku berusaha tegar
meski akhirnya ketegaran itu berlinang dengan air mata.
Ada perih dalam jiwa
ataupun duka yang mengundang air mata, serta keputusasaan ketika cinta itu
sangat jauh untuk di raih.
Aku masih berdiri dalam
keputusasaan. Seolah tidak peduli teriknya siang hari. Aku terus berdiri dalam
peluh kerinduan.
Dan sepertinya, aku
sangat bahagia dan lebih menikmati keindahan dalam tiap kenangan dari pada
menjalani kenyataan yang kuhadapi sekarang. Rasanya aku membutuhkan banyak
waktu untuk mengenang semua itu.
Note :
tulisan ini hanya sebuah ringkasan dari novel yang pernah saya
baca. sudah lama sih catatannya . :)
0 komentar:
Posting Komentar