CerMin :: Onde-onde Jumbo


Jam sudah menunjukkan pukul 06.15. Rasti terburu- buru  membubuhkan bedak tabur sekenanya. Namun begitu selesai membedaki wajahnya, dahi rasti mengernyit menatap pantulan wajahnya di cermin. Butiran jerawatnya bertambah lagi. Sekarang area pipi dan dagu sudah dikuasai oleh jerawat besar- besar!
“Ya ampun! Kok makin banyak sih!” gumamnya shock.
Rasti segera berpaling dari cermin, menemui sepasang sepatu kets hitam yang teronggok di rak sepatu di luar kamar. Sembari mengikatkan tali sepatu, bayangan dirinya penuh jerawat terpatri jelas dalam kepalanya. Aku adalah si gendut ratu jerawat, pikirnya sedih.
             “ Astaga! Makin banyak aja jerawatmu , Ras,” komentar Cecil, teman sebangkunya.
              “ Tau deh! Bikin aku tambah minder aja! Mana tambah gendut lagi!”
             “ ke dokter aja, Ras…..”
             Rasti hendak menanggapi saran Cecil ketika Arman, gebetannya dari kelas sebelah, masuk. Arman menyeberangi kelas menuju bangku Dodi tanpa sedikitpun melirik Rasti. Padahal biasanya dia juga suka curi- curi pandangan. Hati Rasti makin galau saja. Dia mendesah jengkel.
“Iya lah. Ntar soreh mau ke dokter,” putus rasti pada akhirnya.
            Penjelasan dokter membuat Rasti terlongo. Telur, kacang, susu, coklat, ayam, udang, keju, plus gorenggan. Itulah daftar makanan yan harus dihindari Rasti selama pengobatan jerawat kata dokter.
             “kalo Cuma sedikit nggak apa-apa kan, Dok?” protes Rasti ngga rela makanan favoritnya harus terhapus dari menu hariannya.
            “Ya, pokoknya jangan sering-sering aja. Misalnya sebulan sekali makan kacang, bolehlah…..”
             Waduh! Rasti puyeng juga. Berarti sehari-hari dia musti makan ikan rebus, tahu tenpe ama sayur doang? Alamak! apa enaknya makan begituan? Apalagi Rasti baru ingat kemarin dia beli lima batang coklat dan tiga potong tiramisu yang masih tersimpan utuh di kulkas. Haduh…jadi nggak rela kalo sampai di habisin orang lain.
            Setelah menerima resep, Rasti keluar dari ruang Dokter , menuju apotek. Ada tiga macam obat yang harus di tebus. Salep jerawat, krim pagi, dan krim siang. Pas lagi antre, ada anak kecil di sebelahnya duduk manis sembari menjilati es krim cone coklat. Air liur Rasti seolah melumer. Dia memejamkan mata, berusaha menguatkan diri. Semoga anak itu cepat pergi ke kutub utara.
∞∞∞

“Nggak ke kantin, Ras?” Tanya cecil
Rasti menggeleng. “Ntar kepingin yang macem-macem lagi. Nggak, ah!”
Rasti mengangguk. Saat Cecil berbalik, sosok Arman muncul di ambang pintu.seperti biasa, dia menemui Dodi , sahabat kentalnya. Rasti langsung salah tingkah. Beberapa kali ia curi-curi pandang pada Arman yang lagi asyik ngobrol sama Dodi. Tapi Arman tampak cuek. Duuuh. Kenapa sih Arman kaya gitu? Padahal dulu dia sering ngeliatin aku. Kok sekarang malah cuek? Apa gara-gara jerawatku tambah banyak, ya? Mungkin dia piker aku ini onde-onde jumbo. Nggak layak ditaksir. Rasti rada miris mendengar bisikan hatinya.
            Lima menit sebelum bel masuk, Cecil datang. Ditangannya tergenggam kresek hitam berisi aneka snack.
            “Nih, Ras. Kalo mau,” Cecil membuka kreseknya menyilahkan Rasti mencicipi snacknya. Ada kacang goreng, permen coklat, dan dua martabak mini. Sebenarnya rasti kepingin, namun melihat gelagat Arman yang ngga peduli padanya. Tekad Rasti menyembuhkan jerawatnya makin kuat.
             “Ngga deh, Cil. Makan aja. Ntar jarawatku tambah banyak lagi.”
            “Dikit kan ngga papa, Ras. Aku kasian liat kamu nggak jajan,” desak Cecil.
            Rasti menggeleng.” Nggak, beneran,” tolaknya tagas.
∞∞∞
Sudah sekitar sebulana  Rasti mendisiplinkan diri memakai resep dokter berikut menjauhi pantangannya. Jerawat di wajah Rasti berkurang Rasti puas dengan usahanya.
“Udah rada mulus, kan?” kata Rasti pada Cecil
Cecil mengamati Rasti sambil angguk-angguk kepala. “Tapi kayaknya bukan Cuma jerawat kamu deh yang berkurang,” gumam Cecil. Dahinya berkerut.
“Apa dong?” Rasti penasaran
“Kamu jadi…agak kurusan ya, Ras? Atau aku yang salah liat, nih!”
Rasti senyam-senyum. “Nggak tau, tuh. Belum nimbang. Tapi rokku emang rada kebesaran sekarang.”
            “Waaah! Berarti double impact, dong.. jerawatmu berkurang. Berat badanmu jadi ikutan turun. Mantap, deh!” seru Cecil heboh matanya terus mengawas Rasti.
Obrolan mereka tersela oleh kehadiran Dodi. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di sisi bangku. Sontak keduanya mendongak. “Ras, bisa ngomong berdua aja?” pinta Dodi serius.
Rasti mendadak deg-degan. Ia juga baru sadar sejak bel istirahat berdering sepuluh menit yang lalu, dia belum melihat sosok Arman. Wah, ada apa ya? Rasti jadi penasaran. Ia mengikuti Dodi keluar kelas. Di tembok depan kelas, Dodi mengutarakan isi hatinya.
“Ras, dapat salam dari Arman. Dia naksir kamu, lho. Tapi malu mau negur duluan” ujar Dodi hati-hati. Ujung saraf Rasti serasa kena setrum. Arman naksir dirinya? Ah! Mana mungkin! Jangankan negur lirik aja nggak.
“Kamu jangan main-main deh, Di,” tukas Rasti
“Eh, beneran….
“Tapi Arman cuek bebek ama aku. Nggak ada gelagat naksir sama sekali.”
“Soalnya dia malu. Makanya nggak berani ngeliatin kamu. Kamu pikir ngapain coba tiap istirahat dia rajin ke kelas kita?”
“Tapi waktu itu kan aku jerawatan parah? Masa iya cowok secakep Arman suka sama cewek jerawatan?” sanggah Rasti nggak yakin.
“Dia uda suka sejak jerawatmu belum separah itu. Jadi sebanyak apapun jerawatmu, kalau dianya uda suka, bukan masalah lagi. Gimana? Salam balik, nggak?”
Pipi Rasti merona, tak bisa dipungkiri hatinya diliputi kebahagiaan. Dia tersenyum. “Iya deh. Salam balik ya..,” balas Rasti malu-malu
Bel masuk berdering nyaring. Keduanya berjalan hendak masuk kelas. Begitu Rasti akan berbelok ke dalam kelas, Arman muncul dari arah berlawanan. Keduanya saling tatap, lalu beberapa detik kemudian saling melempar senyum.
“Waaah…triple impact dong kalo gitu. Jerawat berkurang, berat turun ditaksir cowok cakep pula. Mantaaappp,” komentar Cecil begitu Rasti menceritakan semuanya.
Selamat tinggal, jerawat. Selamat datang, cinta.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.